FIND REFERENCES FROM AMAZON

Thursday, January 10, 2013

Model ARCH-GARCH (Autoregressive Conditional Heteroskedastic-Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedastic))

Karakteristik Data Runtut Waktu
Data-data runtut waktu memiliki korakteristik yang berbeda, menurut Enders (2004) berdasarkan karakteristiknya data runtut dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu:
1.      Data Trend, yaitu data yang memiliki trend naik atau trend turun (upward sloping/downward sloping) yang jelas untuk jangka panjang.
2.      Data Meander, yaitu data yang untuk jangka panjang relatif datar dan tidak ada kecenderungan naik atau turun.
3.      Data Persistence, yaitu data yang berubah dari karateristik aslinya untuk jangka waktu yang lama, misalnya data yang tadinya memiliki karateristik meander tetapi berubah menjadi data trend untuk jangka waktu dua tahun dan baru setelah itu kembali lagi ke data meander.
4.      Data Volatilitas, yaitu data yang tidak konstan sepanjang waktu. Data volatilitas juga bisa disebut conditionally heteroskedastic jika uncondicional variance konstan untuk jangka waktu lama tetepi ada periode-periode dimana variance relatif tinggi.
5.      Data Comovements, yaitu dua data runtut waktu yang memiliki pola yang relative sama untuk jangka panjang.


Perilaku Data Runtut Waktu dan Model Ekonometri
Asumsi Varian Konstan dan Estimasi Ordinary Least Squared

Model ekonometrik konvensional mengasumsikan bahwa varian dari disturbance term bersifat konstan. Kenyataannya banyak data runtut waktu mengalami periode-periode dimana volatilitas tinggi dan kemudian diikuti oleh periode yang relatif stabil. Jika kondisi ini terjadi maka asumsi varian konstan tidak terpenuhi. 
            Menurut Enders (2004) Estimasi varian kondisional data runtut waktu diperlukan untuk analisis jangka panjang, sedangkan untuk analisis jangka pendek tidak diperlukan. Seorang pemegang saham memerlukan perkiraan tingkat return saham dan variannya selama periode dia memegang saham, tetapi jika dia hanya melakukan transaksi jangka pendek (beli pada waktu t dan jual t+1), maka tidak diperlukan estimasi varian.
            Menambahkan variabel independen ke dalam model adalah suatu pendekatan untuk estimasi varian. Contoh model tingkat suku bunga berikut menjelaskan bagaimana varian diestimasi:

yt+1=et+1xt ...............................................................................................(1)

Dimana:
yt+1 = variabel tingkat suku bunga
et+1 = white noise disturbance term dengan variance s2
xt  = variabel independen tertentu  pada waktu t
Jika xt = xt-1 = xt-2 = … = konstan, maka rangkaian data runtut waktu  yt mengikuti proses white-noise dengan varian konstan. Jika realisasi rangkaian data runtut waktu (xt) tidak sama, maka varian kondisional rangkaian data runtut waktu yt+1 untuk rangkaian data runtut waktu (xt) adalah :

Var(yt+1çxt) = xt2s2 .................................................................................(2)

Besar kecilnya varian kondisional dari yt+1 tergantung dengan nilai sesungguhnya dari xt. Karena nilai xt pada waktu t dapat diobservasi maka varian kondisional yt+1 atas realisasi nilai xt dapat dihitung. Pada saat nilai (xt)2 besar (kecil) maka varian kondisional yt+1 juga besar (kecil).
            Jika nilai data runtut waktu xt yang memiliki korelasi serial positif (nilai xt yang tinggi cenderung akan diikuti oleh nilai yang tinggi juga pada xt+1), maka nilai varian kondisional yt+1 akan memiliki korelasi serial yang positif juga, oleh karena itu rangkaian data runtut waktu (xt) dapat menjelaskan periode volatilitas yang terjadi pada rangkaian data (yt).
            Untuk keperluan estimasi, koefisien a0 dan a1 dimasukkan ke persamaan (2) diatas dan didapat model estimasi sebagai berikut:

ln(yt) = a0 + a1 ln(xt-1) + et .....................................................................(3)
Dimana et  = error term

Persamaan (3) tersebut dapat diestimasi dengan OLS (ordinary least square) untuk mendapatkan nilai a0 dan a1 dengan asumsi error term (et) memiliki varian konstan. Jika asumsi varian konstan tidak terpenuhi maka diperlukan transformasi data atau diestimasi dengan model yang tidak mensyaratkan varian konstan, Enders (2004).

Varian Tidak Konstan dan Model ARCH-GARCH

Engle (1982) menggunakan model simultan mean dan varian untuk menyelesaikan masalah tidak terpenuhinya asumsi varian konstan. Untuk memahami metodologi yang diperkenalkan Engle ini dapat dijelaskan melalui contoh model ARMA stasioner  yt = a0 + a1yt-1 + et yang digunakan untuk meramalkan yt+1. Ramalan kondisional yt+1 adalah:

Etyt+1 = a0 + a1yt .....................................................................................(4)

Jika digunakan rata-rata kondisional untuk meramalkan yt+1, maka ramalan varian error-nya adalah:

Et[( yt+1 - a0 + a1yt)2] = Et(et+1)2 =  s2 ....................................................(5)

Untuk unconditional forecast maka nilai ramalan yt+1 adalah rata-rata jangka panjang dari yt yang nilainya sama dengan a0/(1- a1) dengan ramalan unconditional forecast error variance sebagai berikut:

Et{[yt+1 - a0/(1- a1)]2 } = E[(et+1 + a12 et + a1et-1 + a13 et-2 + ...)2] ..........(6)
                                                  = s2/ (1- a12)

1/(1-a12)>1, maka unconditional forecast memiliki varian yang lebih besar dibandingkan conditional forecast. Conditional forecast lebih baik dibandingkan unconditional forecast dikarenakan nilai saat ini dan nilai masa lalunya diketahui.
            Dengan pendekatan yang sama, jika varian dari {et} tidak konstan maka pergerakan varian dapat diestimasi dengan model ARMA. Misalkan { } adalah nilai estimasi dari model yt = a0 + a1yt-1 + et, maka varian kondisional dari yt+1 adalah:

Var(yt+1çyt) = Et[(yt+1 - a0 - a1yt)2] ........................................................(7)
                   = Et

 sama dengan s2, jika varian kondisional tidak konstan maka model estimasinya  dapat dirumuskan sebagai kuadrat dari nilai estimasi residual yang pengikuti proses AR(q) seperti berikut ini:
 

Dimana vt = white noise

Persamaan (8) diatas adalah model ARCH (autoregressive conditional heteroskedastic) yang dikembangkan oleh Engle (1982). Model ARCH tidak hanya bisa diterapkan untuk model ARMA tetapi juga dapat diterapkan pada model regresi standar. Model standar ARCH ini dapat juga dikembangkan lagi menjadi model higher order ARCH (q) berikut:
 
            Pada model (9) ini semua shock dari et-1 sampai et-q mempunyai pengaruh langsung terhadap et, oleh karena itu varian kondisional berperilaku seperti proses autoregressive order q. Bollerslev (1986) melanjutkan model Engle (1982) dengan mengembangkan pendekatan yang memungkinkan varian kondisional mengikuti proses ARMA.  Untuk memahami model Bollerslev, digunakan model error berikut:
 

Dimana , dan 
 

Karena {vt} adalah proses white noise yang independen terhadap realisasi masa lalu et-i, maka rata-rata kondisional dan unconditional dari et sama dengan nol, maka nilai harapan dari et dapat dirumuskan:
 
Poin penting dari persamaan (12) adalah bahwa varian kondisional dari et yang berasal dari 
Persamaan (11) adalah model generalized ARCH(p,q) atau GARCH(p,q) yang memperbolehkan adanya komponen autoregressive dan moving average dalam varian heteroskedastisitas. Jika p=0 dan q=1 atau GARCH(0,1) sama dengan model ARCH order pertama pada persamaan (9). Jika semua nilai βi sama dengan nol, maka model GARCH(p,q) ekuivalen dengan model ARCH(q).
Ciri-ciri model GARCH adalah bahwa varian kondisional dari disturbance rangkaian data runtut waktu yt mengikuti proses ARMA. Ada tidaknya varian kondisional dapat dijelaskan dari pola residual hasil estimasi model ARMA. Jika tidak ada varian kondisional maka nilai ACF dan PACF residual dari model akan mengindikasikan mengikuti proses white-noise. ACF dari residual kuadrat dapat digunakan untuk mengidentifikasi order proses GARCH. 

lanjut ke posting berikutnya "Tahapan Identifikasi Proses ARCH-GARCH"

No comments:

Post a Comment