Karakteristik
Data Runtut Waktu
Data-data runtut
waktu memiliki korakteristik yang berbeda, menurut Enders (2004) berdasarkan
karakteristiknya data runtut dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu:
1.
Data Trend,
yaitu data yang memiliki trend naik atau trend turun (upward sloping/downward sloping) yang jelas untuk jangka panjang.
2.
Data Meander,
yaitu data yang untuk jangka panjang relatif datar dan tidak ada kecenderungan
naik atau turun.
3.
Data Persistence,
yaitu data yang berubah dari karateristik aslinya untuk jangka waktu yang lama,
misalnya data yang tadinya memiliki karateristik meander tetapi berubah menjadi
data trend untuk jangka waktu dua tahun dan baru setelah itu kembali lagi ke
data meander.
4.
Data Volatilitas,
yaitu data yang tidak konstan sepanjang waktu. Data volatilitas juga bisa disebut conditionally heteroskedastic jika uncondicional variance konstan untuk jangka waktu lama tetepi ada
periode-periode dimana variance relatif
tinggi.
5.
Data Comovements, yaitu dua data
runtut waktu yang memiliki pola yang relative sama untuk jangka panjang.
Perilaku
Data Runtut Waktu dan Model Ekonometri
Asumsi Varian Konstan dan Estimasi Ordinary Least
Squared
Model ekonometrik konvensional mengasumsikan bahwa varian dari disturbance term bersifat konstan. Kenyataannya banyak data
runtut waktu mengalami periode-periode dimana volatilitas tinggi dan kemudian
diikuti oleh periode yang relatif stabil. Jika kondisi ini terjadi maka asumsi
varian konstan tidak terpenuhi.
Menurut Enders (2004) Estimasi
varian kondisional data runtut waktu diperlukan untuk analisis jangka panjang,
sedangkan untuk analisis jangka pendek tidak diperlukan. Seorang pemegang saham
memerlukan perkiraan tingkat return saham dan variannya selama periode dia
memegang saham, tetapi jika dia hanya melakukan transaksi jangka pendek (beli
pada waktu t dan jual t+1), maka tidak diperlukan estimasi varian.
Menambahkan variabel independen ke dalam model adalah suatu pendekatan
untuk estimasi varian. Contoh model tingkat suku bunga berikut menjelaskan
bagaimana varian diestimasi:
yt+1=et+1xt
...............................................................................................(1)
Dimana:
yt+1 = variabel tingkat suku bunga
et+1
= white noise disturbance term dengan
variance s2
xt
= variabel independen tertentu
pada waktu t
Jika xt = xt-1
= xt-2 = … = konstan, maka rangkaian data runtut waktu yt mengikuti proses white-noise dengan varian konstan. Jika
realisasi rangkaian data runtut waktu (xt) tidak sama, maka varian
kondisional rangkaian data runtut waktu yt+1 untuk rangkaian data
runtut waktu (xt) adalah :
Var(yt+1çxt) = xt2s2
.................................................................................(2)
Besar kecilnya varian
kondisional dari yt+1 tergantung dengan nilai sesungguhnya dari xt.
Karena nilai xt pada waktu t dapat diobservasi maka varian
kondisional yt+1 atas realisasi nilai xt dapat dihitung.
Pada saat nilai (xt)2 besar (kecil) maka varian
kondisional yt+1 juga besar (kecil).
Jika
nilai data runtut waktu xt yang memiliki korelasi serial positif
(nilai xt yang tinggi cenderung akan diikuti oleh nilai yang tinggi
juga pada xt+1), maka nilai varian kondisional yt+1 akan
memiliki korelasi serial yang positif juga, oleh karena itu rangkaian data
runtut waktu (xt) dapat menjelaskan periode volatilitas yang terjadi
pada rangkaian data (yt).
Untuk
keperluan estimasi, koefisien a0 dan a1 dimasukkan ke persamaan (2) diatas dan didapat
model estimasi sebagai berikut:
ln(yt) = a0 + a1 ln(xt-1) + et .....................................................................(3)
Dimana et = error term
Persamaan (3) tersebut dapat
diestimasi dengan OLS (ordinary least square) untuk mendapatkan nilai a0 dan a1 dengan asumsi error term (et) memiliki varian konstan. Jika asumsi varian
konstan tidak terpenuhi maka diperlukan transformasi data atau diestimasi
dengan model yang tidak mensyaratkan varian konstan, Enders (2004).
Varian Tidak Konstan dan Model ARCH-GARCH
Engle (1982) menggunakan model
simultan mean dan varian untuk menyelesaikan masalah tidak terpenuhinya asumsi
varian konstan. Untuk memahami metodologi yang diperkenalkan Engle ini dapat
dijelaskan melalui contoh model ARMA stasioner
yt = a0 + a1yt-1 + et yang
digunakan untuk meramalkan yt+1. Ramalan kondisional yt+1 adalah:
Etyt+1 =
a0 + a1yt .....................................................................................(4)
Jika digunakan rata-rata
kondisional untuk meramalkan yt+1, maka ramalan varian error-nya adalah:
Et[( yt+1
- a0 + a1yt)2] = Et(et+1)2 = s2
....................................................(5)
Untuk unconditional forecast maka nilai ramalan yt+1 adalah
rata-rata jangka panjang dari yt yang nilainya sama dengan a0/(1- a1) dengan ramalan unconditional
forecast error variance sebagai berikut:
Et{[yt+1
- a0/(1-
a1)]2
} = E[(et+1
+ a12
et
+ a1et-1
+ a13
et-2
+ ...)2] ..........(6)
= s2/ (1- a12)
1/(1-a12)>1,
maka unconditional forecast memiliki
varian yang lebih besar dibandingkan conditional
forecast. Conditional forecast
lebih baik dibandingkan unconditional
forecast dikarenakan nilai saat ini dan nilai masa lalunya diketahui.
Dengan pendekatan yang sama, jika varian dari {et} tidak konstan maka pergerakan varian dapat
diestimasi dengan model ARMA. Misalkan {
} adalah
nilai estimasi dari model yt = a0 + a1yt-1 + et, maka varian kondisional dari yt+1
adalah:
Var(yt+1çyt) = Et[(yt+1 - a0 - a1yt)2] ........................................................(7)
= Et
sama
dengan s2,
jika varian kondisional tidak konstan maka model estimasinya dapat dirumuskan sebagai kuadrat dari nilai
estimasi residual yang pengikuti proses AR(q) seperti berikut ini:
Dimana vt = white noise
Persamaan (8) diatas adalah
model ARCH (autoregressive conditional
heteroskedastic) yang dikembangkan oleh Engle (1982). Model ARCH tidak hanya bisa diterapkan untuk model
ARMA tetapi juga dapat diterapkan pada model regresi standar. Model standar
ARCH ini dapat juga dikembangkan lagi menjadi model higher order ARCH (q) berikut:
Pada
model (9) ini semua shock dari et-1 sampai et-q mempunyai pengaruh langsung terhadap et, oleh karena itu varian kondisional berperilaku seperti proses autoregressive order q. Bollerslev
(1986) melanjutkan model Engle (1982) dengan mengembangkan pendekatan yang
memungkinkan varian kondisional mengikuti proses ARMA. Untuk
memahami model Bollerslev, digunakan model error berikut:
Dimana
, dan
Karena {vt} adalah
proses white noise yang independen
terhadap realisasi masa lalu et-i, maka rata-rata kondisional dan unconditional dari et sama dengan nol, maka nilai harapan dari et dapat dirumuskan:
Poin penting dari persamaan
(12) adalah bahwa varian kondisional dari et yang berasal dari
Persamaan (11) adalah model generalized ARCH(p,q) atau GARCH(p,q)
yang memperbolehkan adanya komponen autoregressive
dan moving average dalam varian
heteroskedastisitas. Jika p=0 dan q=1 atau GARCH(0,1) sama dengan model ARCH
order pertama pada persamaan (9). Jika semua nilai βi sama dengan nol, maka model GARCH(p,q) ekuivalen dengan model ARCH(q).
Ciri-ciri model GARCH adalah
bahwa varian kondisional dari disturbance
rangkaian data runtut waktu yt mengikuti proses ARMA. Ada tidaknya
varian kondisional dapat dijelaskan dari pola residual hasil estimasi model
ARMA. Jika tidak ada varian kondisional maka nilai ACF dan PACF residual dari
model akan mengindikasikan mengikuti proses white-noise.
ACF dari residual kuadrat dapat digunakan untuk mengidentifikasi order proses
GARCH.
lanjut ke posting berikutnya "Tahapan
Identifikasi Proses ARCH-GARCH"